Kebiasaan buruk yang seringkali menghampiri kita setiap hari di dunia kerja adalah menunda-nunda pekerjaan itu sendiri. Kebiasaan ini punya dampak sangat fatal karena menunda pekerjaan sama halnya menyiakan banyak peluang. Sekalipun diterapkan pada hal-hal yang sepele, kebiasaan menunda pekerjaan punya dampak sama besarnya dengan menunda menyelesaikan urusan-urusan besar. Dengan menunda pekerjaan, kita bisa kehilangan kesempatan emas yang seharusnya bisa kita dapatkan.
Menunda pekerjaan berarti kita membiarkan pekerjaan tak terselesaikan sebagaimana waktu yang ditentukan. Waktu terus berjalan, menunda pekerjaan sama halnya mengulur dan membuang waktu yang tak bisa dikembalikan. Tak hanya berdampak buruk pada diri kita sendiri, kebiasaan menunda pekerjaan juga bisa merusak relasi kita, terutama jika tugas yang ditunda tersebut berhubungan dengan amanah atau kepercayaan orang lain. Psikolog Hara Estroff dalam Psychology Today menjelaskan bahwa kebiasaan menunda pekerjaan muncul karena ada energi negatif yang tersimpan di otak. Oleh karena itu, orang yang suka menunda pekerjaan juga menjalani hidup dengan terasa berat.
Dalam dunia psikologi, kebiasaan menunda pekerjaan dikenal dengan istilah prokrastinasi. Sebagaimana ditulis oleh Dra. Sulis Maryanti, M.Psi Dosen Fakultas Psikolog Universitas Esa Unggul, prokrastinasi berasal dari bahasa latin, pro dan crastinus. Pro berarti "maju", 'ke depan', dan 'lebih menyukai'. Sedangkan crasnitus mempunyai arti "besok". Jadi secara harfiah, prokrastinasi bisa diartikan lebih suka melakukan tugasnya besok. Orang yang suka menunda pekerjaan kemudian dikenal sebagai prokrastinator.
Para prokrastinator sebenarnya tahu bahwa menunda pekerjaan berdampak buruk. Namun, para prokrastinator tetap dengan sengaja atau secara sadar melakukannya. Ferrari dkk (1995) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Pertama prokrastinasi adalah setiap perbuatan menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan alasan penunda. Kedua prokrastinasi sebagai suatu pola perilaku yang mengarah kepada trait dan penundaan yang dilakukan sudah merupakan respons yang menetap seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai dengan keyakinan tidak masuk akal. Ketiga prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak hanya prilaku menunda tetapi melibatkan struktur mental yang saling terkait.
Meskipun tampak sepele, kerugian yang ditimbulkan akibat suka menunda-nunda pekerjaan tidak bisa dianggap enteng. Kerugian secara material yang ditimbulkan akibat menunda-nunda pekerjaan bisa mencapai triliun rupiah. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Dr. Bagus Siaputra, S.Psi., Dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, bahwa pengaruh sikap suka menunda pekerjaan dengan sampel 232 mahasiswa yang menunda-nunda mengerjakan skripsi untuk disertasi program doktoral di UGM. Sebagimana temuan Dr. Bagus kerugian akibat menunda pengerjaan skripsi ternyata mencapai triliun rupiah per-semesternya, dihitung dari penambahan biaya kuliah dan biaya hidup selama menempuh kuliah. "Katakanlah paling sedikit ada 100 ribu mahasiswa yang menunda mengerjakan skripsi tiap semesternya, maka kerugian yang ditimbulkan memang mencapai triliun rupiah buat mereka", ujarnya.
Dari segi non material, keterlambatan menyelesaikan skripsi juga berdampak bagi para mahasiswa, yakni krisis kepercayaan diri, gelisah, malu strees karena ancaman drop out, tertundanya masa bekerja sampai ke penundaan rencana pernikahan.
Menunda-nunda pekerjaan bukan hanya ada di dunia mahasiswa bahkan didunia usaha sebuah perusahan dan mungkin sudah mendunia. Penyebab lain kita gemar menunda-nunda pekerjaan adalah karena kita masih dikuasai rasa malas. Padahal kita tahu bahwa malas merupakan salah satu jenis penyakit mental yang mudah menular dan berbahaya. Bahkan pada tingkat kronis, penyakit malas dapat membahayakan jiwa kita dan juga orang-orang disekitar. Salah satu contoh bentuk kemalasan adalah waktu yang dimiliki dihabiskan untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna. Tipe pemalas akan bekerja lamban dan tidak dapat menggunakan waktunya selektif mungkin untuk mencapai hasil terbaik.
Untuk menekan dampak kebiasaan bermalas-malasan, kita bisa melakukan beberapa hal meskipun sedang kondisi semalas apapun sebisa mungkin paksakan diri kita untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Biasakan untuk meyakinkan dalam pikiran kita bahwa lebih cepat kita mengerjakannya, hasil yang didapatkan jauh lebih baik dari pada ketika kita mengerjakan tanggung jawab kita di akhir tenggang waktu yang telah di tentukan.
Selain itu kita juga harus melatih diri untuk menghentikan atau mengurangi kebiasaan yang mendukung kemalasan atau menunda. Biasanya aktifitas yang bisa mendukung kemalasan berupa menonton televisi, mengobrol, online atau chatting membahas hal-hal yang kurang penting. Manajemen waktu yang baik akan mendukung kita untuk menekan kemalasan. Ciptakan lingkungan yang positif karena secara tidak langsung akan menularkan kebiasaan positif pada diri kita.
Kita juga harus memperkuat komitmen diri supaya bisa selalu cepat menyelesaikan pekerjaan. Namun perlu di ingat, cepat selesai disini bukan berarti terburu-buru. Sebab tidak ada artinya jika pekerjaan cepat terselesaikan, namun hasil tidak optimal. Pekerjaan yang diselesaikan dengan terburu-buru biasanya tak pernah menghasilkan pekerjaan yang memuaskan. Cepat selesai berarti dapat menyelesaikan tugas tepat waktu dengan hasil yang maksimal.
Pesan terakhir, buatlah tujuan atau target hidup yang jelas dan sebisa mungkin berusaha meningkatkan target dari waktu ke waktu.
No comments:
Post a Comment